BPKN RI Minta Batalkan Kebijakan PPATK Rekening Dormant

Ketua BPKN RI, M. Mufti Mubarok

Beberin.com, Jakarta — Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI), Mufti Mubarok, menyampaikan keberatan resmi terhadap kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memblokir rekening bank yang tidak aktif selama tiga bulan.

 

Menurut Mufti Mubarok, kebijakan tersebut dapat menimbulkan keresahan di tengah masyarakat dan berpotensi merugikan hak-hak konsumen di sektor jasa keuangan, khususnya nasabah perbankan. Ia menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan semangat perlindungan konsumen sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang.

 

“BPKN menolak kebijakan pemblokiran rekening yang tidak aktif selama 3 bulan. Kebijakan ini sangat rentan menimbulkan kerugian konsumen dan bertentangan dengan asas kepastian hukum dan perlindungan konsumen sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” tegas Mufti dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/7).

 

Landasan Hukum: Perlindungan Konsumen Harus Jadi Prioritas

 

Dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa setiap konsumen berhak atas:

Pasal 4 huruf a: hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

Pasal 4 huruf c: hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

Pasal 4 huruf d: hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

 

Mufti menilai kebijakan pemblokiran sepihak atas dasar ketidakaktifan akun selama 3 bulan melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas yang seharusnya dijunjung tinggi oleh lembaga keuangan.

 

“Tidak adanya notifikasi atau pemberitahuan resmi kepada nasabah sebelum pemblokiran dilakukan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak konsumen atas informasi dan kepastian layanan,” ujar Mufti.

 

Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pada Pasal 29 ayat (2) juga disebutkan bahwa bank wajib merahasiakan data nasabah dan memberikan layanan secara adil dan proporsional.

 

Potensi Penyalahgunaan dan Ketidakpastian Hukum

BPKN juga menyoroti potensi penyalahgunaan wewenang serta lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Pemblokiran yang tidak melalui mekanisme peringatan, klarifikasi, atau konfirmasi kepada nasabah dianggap bertentangan dengan asas legalitas dan asas kehati-hatian (prudential principle) dalam sektor keuangan.

 

“Konsumen memiliki hak untuk diberitahu secara resmi dan diberi waktu yang cukup untuk mengaktifkan kembali rekening mereka. Tidak semua rekening yang tidak aktif adalah rekening mencurigakan. Banyak masyarakat yang menyimpan dana untuk kebutuhan jangka panjang atau tabungan darurat,” tambahnya.

 

BPKN Minta Regulasi Ditinjau Ulang

Untuk itu, BPKN RI meminta agar PPATK bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia meninjau ulang kebijakan tersebut dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil tidak mengabaikan hak-hak konsumen.

 

“Kami meminta kebijakan ini ditangguhkan, atau bahkan dicabut, sampai ada mekanisme yang jelas, transparan, dan tidak merugikan konsumen,” tutup Mufti.

 

BPKN akan menyampaikan nota keberatan resmi kepada PPATK dan meminta audiensi bersama lintas otoritas guna membahas dampak kebijakan ini secara menyeluruh, termasuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai prosedur penonaktifan rekening yang aman dan adil.

Red